Nama : Novia Nur Aslamah
NPM : 25210066
Kelas : 1EB11
Matkul : Pengantar Bisnis (softskill)
Pertumbuhan Ekonomi 2011 Diprediksi Lebih Tinggi dari 2010
Bank Indonesia memperkirakan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2011 akan lebih tinggi dibandingkan tahun 2010. Hal ini akan ditopang sisi eksternal yang kondusif dan permintaan domestik yang tetap kuat.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution, dalam sambutannya, yang dibacakan Kepala Direktorat Riset dan Pengembangan BI, Sugeng, dalam "Seminar Market Outlook 2011", mengatakan bahwa prospek perekonomian global yang melambat pada 2011 berdampak bagi prospek pertumbuhan ekonomi domestik di 2011.
Terutama, imbuhnya, melalui net ekspor yang menurun sejalan dengan impor yang diperkirakan mengalami peningkatan cukup tinggi. "Diperkirakan, perekonomian masih akan bertumpu pada permintaan domestik yang bersumber dari masih kuatnya konsumsi rumah tangga, karena kuatnya keyakinan konsumen dan berlanjutnya perbaikan investasi yang didukung oleh iklim investasi yang lebih kondusif serta perbaikan soverign credit rating Indonesia menuju investment grade," ungkapnya
Lebih lanjut, Sugeng menyatakan, mempertimbangkan berbagai hal tersebut, kata dia, ekonomi Indonesia di 2011 diperkirakan dapat tumbuh dalam kisaran enam hingga 6,5 persen. Sementara itu, tekanan inflasi tahun 2011 mendatang diperkirakan dapat dijaga pada kisaran target yang ditetapkan 5 persen ± 1 persen.
Bank Indonesia memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 berada pada kisaran 6,3-6,5 persen, lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada 2010. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh pada kisaran 6,3-6,5 persen, dengan tingkat inflasi berada pada posisi 5 persen, plus minus 1 persen," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A. Sarwono.
Menurut Hartadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih besar dibanding 2010, tercermin dari pertumbuhan pada kuartal IV yang mencapai 6,1 persen dan pada kuartal III sebesar 5,8 persen. Salah satu penyebab rendahnya pertumbuhan pada kuartal III dan IV 2010 adalah masih lambatnya penyerapan belanja pemerintah.
Hartadi menambahkan, untuk mencapai pertumbuhan pada 2011, pemerintah harus mampu memperlambat derasnya arus modal baik yang masuk ke dalam negeri maupun ke luar negeri."Pada sisi arus masuk modal (capital inflow) ke dalam negeri harus dijaga, jangan sampai terlalu besar masuk ke instrumen SBI (Sertifikat Bank Indonesia), karena SBI merupakan instrumen moneter bukan instrumen investasi," ujarnya.
Kalaupun ada likuiditas yang berlebih sebaiknya harus didukung dengan kebijakan pemerintah yang dapat mendorong penyerapan oleh sektor riil. Menurutnya, arus modal yang masuk mencapai 16 miliar dolar AS, di mana sekitar 10 persen di antaranya sudah masuk ke SBI.
Ia mengakui, SBI merupakan salah satu target investor karena masih memberikan margin yang cukup aktraktif, ditandai dengan banyaknya short term capital yang masuk ke instrumen tersebut. Pada posisi seperti itu, terdapat tiga kondisi yang dihadapi yaitu, BI tidak bisa terlalu cepat menurunkan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate), karena akan berdampak pada inflasi.
BI berupaya memperpanjang jatuh tempo SBI dan mengalihkan instrumen SBI ke deposito berjangka (time deposit). "Selama 2010 pemerintah telah berhasil memperlambat masuknya dana ke SBI, dan mengalihkannya ke SBN (surat berharga negara)," ujarnya.
Ia juga menjelaskan, untuk mencapai pertumbuhan 2011 diharuskan ada bauran kebijakan yang dapat menyerap giro wajib minimum tanpa mengubah tingkat suku bunga.
Senada dengan Hartadi, Staf Ahli Menteri Perekonomian Bidang Investasi, Kemitraan Pemerintah dan Swasta, Djatmiko juga menuturkan bahwa perekonomian Indonesia akan tumbuh dengan laju 6,3 persen.
Pertumbuhan ekonomi akan didukung kondisi ekonomi makro yang stabil pada 2010 akan mendorong prospek ekonomi yang cerah dan akan direspon positif oleh investor."Minat investor terhadap surat utang negara masih akan terus meningkat, akibatnya nilai transaksi akan naik signifikan dengan yield 5 tahun turun menjadi di bawah 8 persen," kata Djatmiko.
Ia melanjutkan, konsumsi rumah tangga akan memberi kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 2011 sekitar 58,6 persen. Kinerja ekspor dan impor juga meningkat seiring dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi global dan menguatnya permintaan dalam negeri. "Ekspor Indonesia masih memiliki daya saing meski nilai tukar rupiah cenderung menguat. Sehingga pada 2011, ekspor akan memberi kontribusi terhadap PDB sekitar 25,4 persen dan impor sebesar 23 persen," ujarnya.
Ia melanjutkan, konsumsi rumah tangga akan memberi kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 2011 sekitar 58,6 persen. Kinerja ekspor dan impor juga meningkat seiring dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi global dan menguatnya permintaan dalam negeri. "Ekspor Indonesia masih memiliki daya saing meski nilai tukar rupiah cenderung menguat. Sehingga pada 2011, ekspor akan memberi kontribusi terhadap PDB sekitar 25,4 persen dan impor sebesar 23 persen," ujarnya.
Wakil Ketua DPR RI, Pramono Anung, mengatakan bahwa kebijakan ekonomi pemerintah pada 2011 tnpa terobosan sehingga keadaan ekonomi 2011 tidak ada perubahan dibandingkan 2010.
“Kita akan mengetahui hidup kita tidak berbeda dengan 2010 karena tidak ada terobosan,” katanya kader Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan tersebut.
Ia mencontohkan, peningkatan gaji pegawai negeri sipil dan TNI/Polri sebesar 10 persen dirasa belum mampu mendorong tingkat kesejahteraan. Sebab pada saaat yang sama asumsi inflasi APBN di 2011 juga meningkat menjadi 5,3 persen. “Jadi secara riilnya, peningkatan hanya 4,7 persen,” katanya.
Meskipun dalam pidato tersebut ada dorongan untuk pemerataan pembangunan ke daerah seperti pajak daerah, namun menurut dia hal itu belum menunjukan terobosan kebijakan yang. “Terobosan itu belum terlihat karena belanja rutin masih lebih besar dibandingkan belanja modal,” katanya.
Ia menilai, target pertumbuhan Indonesia pada 2014 yang disebutkan oleh pmerintah sebesar 7 hingga 7,7 persen terlalu jauh ke depan.“Kita tidak tahu di 2012 hingga 2013,” katanya.
Pertumbuhan ekonomi 2010 yang pada semester pertama mampu sebesar 6,2 persen menurut dia, belum menunjukkan kinerja ekonomi dari kebijakan pemerintah. “Karena lebih banyak faktor eksternal, yaitu pertumbuhan dunia,” katanya menambahkan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraannya mengataan, RAPBN 2011 terdiri dari pendapatan negara bukan hibah Rp1.086,4 triliun atau naik Rp94 triliun (9,5 persen) dari target APBN-P 2010 dan belanja negara direncanakan sebesar Rp1.202 triliun atau meningkat Rp76 triliun (6,7 persen) dari pagu APBN-P 2010.
RAPBN 2011 masih defisit Rp115,7 triliun atau 1,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan, asumsi makro APBN 2011 adalah pertumbuhan ekonomi dipatok 6,3 persen, laju inflasi 5,3 persen, suku bunga SBI 3 bulan 6,5 persen, nilai tukar Rp9.300 per dolar AS, harga minyak 80 dolar AS per barel, dan “lifting” minyak 970.000 barel per hari.
REFERENSI : http://www.businessreview.co.id/kebijakan-bisnis-ekonomi-1138.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar